Jumat, 25 Juli 2008

AKU SEORANG HAWA

Mungkin akan ada lagi kelepak nadi yang berteriak setelah aku

Sekedar bertanya tentang keuntungan menjadi seorang hawa

Perbedaan setapak sudah menjadi pilihan pada setiap perjalanan mereka

Meski begitu, aku bertanya karena akupun menjalani

Apa yang bisa membuat aku menjadi seorang hawa ?

Bukankah aku hanya tulang rusuk kaum Adam ?

Padahal aku juga memiliki tulang rusuk yang sama dengan mereka

Dan berasal dari lubang yang sama pula

Tak adakah lelaki pilihan buat kaum hawa yang rudin ?

Seperti halnya puteri bertahta yang di setiap sisi terlihat indah

Dengan nilai khamar segelas, atau santapan sehari

Tapi justru selalu saja dianggap panggung oleh setiap rapis

Bukan untuk membuatnya indah, juga tidak membuatnya bangga

Tapi hanya sebagai santapan malam, dengan secium aroma khamar yang tajam

Harusnya aku bangga karena memiliki dua surga

Satu buat anakku dan satunya lagi buat adamku

Sedang mereka tak memiliki itu

Tapi mereka pandai untuk memilikinya

Keuntungan hawa itu telah sempurna

Dengan meletakkan keanggunan diatas kesombongan adam

Sesempurna teka-teki si Penguasa dalam membuat kejadian adam dan hawa

Begitulah aku menjadi sosok hawa yang rapuh

Berjalan di atas jeritan hati yang redam

Berjuang menepis kelepak nadi sendiri

By : CHULLE AL-BUCHORI

Makassar, 18 September 2003

MASIHKAH TUHAN MENDENGAR TERIAKKU...?

MASIHKAH TUHAN MENDENGAR TERIAKKU...?

Dikala aku berlari telusuri jejak putih

Adalah lonceng yang berdera tanpa suara

Adalah sebuah penghargaan yang retak karena nafsu setan

Tapi tlah kucoba patahkan lewat tangisan

Masihkah TUHAN mendengar teriakku ...?

Sebuah pilar besi berubah jadi arang

Semula suci sekarang usang

Dan terkubur oleh tarian kelam

Membungkam hati yang telah jadi asam

Masihkah TUHAN mendengar teriakku ...?

Setelah kulumuri sajadah putih di ruangan

Dengan tinta hitam, kuning dan merah

Kuteriakkan sesal tiada tara

Tapi sayang malam telah menjelang

Sekali lagi rintihku....

Masihkah TUHAN mendengar teriakku ...?

Sedang kakiku terus melangkah tua

Namun sajadah itu belum juga bersih

Dan kini hanya bisa meratap

Mencari keberadaan dermaga

Sebagai persinggahan terakhirku

Menuai kilasan perjalanan masa lalu


Oh...TUHAN..

Maafkan jiwaku



CB : Chulle Al-Buchori

(Malang, March 4 2003; 00:00 wib)

< Pengakuan para “...” atas jeratan pergaulan bebas mereka.

Selasa, 15 Juli 2008

TARIAN KEMATIAN

TARIAN KEMATIAN

Bayangan hitam yang menari diatas pecahan beling kehidupan

Adalah canda tawa sebagai kedok sebuah tangisan

Sebagian kalbu rapuh yang tertutupi sutera putih

Sembari melindungi sosok tubuh di atas sana

Hidup dalam kematian

Dan bernafas tanpa udara

Merajut kekosongan lalu menyelimuti setengah sukma kelabu

Menari mengharap nada cahaya yang siap jadi terangnya

Sedang di sudut sana tampak titik hitam

Memperlihatkan senyum tanpa beban

Menikmati tarian bayangan hitam sejak dulu seraya mengisyaratkan

Suka cita yang mendalam

Terpuruk bayangan di reruntuhan musim

Meraung mencari titik hitam itu

Tapi, dia hanya tersenyum dan meninggalkan bayangan hitam menjauh

Satu-satunya yang menjadi harapan hidupnya

Tapi kini, bayangan hitam itu betul-betul jelmaan mayat hidup

Berjalan dan menari di atas pilihan-pilihan takdir untuk sendiri diarungi

Detak nafaspun enggan mengikutinya lagi

Maka layulah ia dalam kesendirian dan menjadi penunggu kegelapon

Inilah saat yang ditunggu untuk betul-betul mati

Terkubur di tanam bumi berhias nisan abu-abu

Diguyur oleh deraian hujan

Dan taburan bunga orang-orang tak berwajah


CB : Chulle ”fzk”

Malang, 3 Maret 2003 ( 14:45 wib)

< Ungkapan misteri kematian para tuna susila untuk sebagian pengasingannya.