Sepasang bola mata sedang memilah harapan
Dan tersenyum di serambi menyambut seutas kenangan
Menanti matahari yang akan muncul di timur hatimu
Juga mungkin sampai senja datang merenggutnya
Aku masih setia untuk terbakar
Kau datang membawa kerikil-kerikil tajam padaku
Tak ada yang tahu apakah ini sebentuk cinta atau iba darimu
Sebab aku sangsi pada keniscayaannya
Yang telah kurentangkan dari semua yang kumiliki
Bahkan akan kurangkai senyumku untuk senja berikutnya
Karena bukankah aku perempuan...?
Dan seorang perempuan hanya kenal memberi
Walaupun dibalik rangkaian senyum ini terpendam harapan
Maka adalah harapan tentang sebuah kesetiaan
Yang mesti disediakan pantai atas gelombang
Namun tak cukup bagimu untuk mengepal keindahanku
Karena kau masih terus mencecerkan impian
Serta cerita cinta buat pengagummu yang lain
Mungkin kau masih ingat sebuah kilasan waktu
Yang telah sengaja kubiarkan melewatiku begitu saja
Mengirakan kedatanganmu bagai sebuah keberuntungan
Tapi tidak untuk aku, bukan...?
Maka kini kugandeng kesendirian yang dalam
Yang hanya akan menyisakan jasad atas langkahku
Seandainya aku tidak membiarkan sejarah kita terbakar
Demi sebentuk penantian panjang
Pada lentera di padanan semesta
Sungguh hanya menghambat sinar mentari menemukan ujung bumi
Dan itulah kekeringan sebuah hati yang merancu
Untuk kembali dihidupkan
Aku pernah bilang
“ kamu tidak akan menemukan Tuhan lewat pengalaman cinta,
tapi dengan mengenal Tuhan, kau akan tahu wujud cinta “
Dengan begitu semoga kau mengerti atas kesedihanku
Berusaha menemukan Tuhan akibat kehilanganku
Inilah catatan pagi persembahanku
Akan kuletakkan diatas sepasang bola mata ini
Yang tak akan lagi pernah bisa mengenali cahayamu
ChUlLe “FzK” / MKS, 30 Jan ‘04
Tidak ada komentar:
Posting Komentar